BERASAN



Rasan: kehendak.
contoh: Ini cek, jadi aku datang ke sini ini sebenernyo nak berasan. (Begini Pak, jadi saya datang kemari sebenarnya ingin bekehendak - ingin meminta tolong, dsb)
Note: Kata “Berasan” jika diucapkan akan terdengar lebih halus dari pada kata 'bekehendak' walau artinya hampir sama
Pagi pertama yang kuisi dengan debaran jantung yang tak biasa.
Dimas akan ke rumah ayah dan ibu bersama orang tuanya.

Ia sekeluarga tiba di Bandar Lampung kemarin malam, Jum'at sekitar pukul 8 malam. Menginap semalam di hotel Nusantara untuk memulihkan tenaga dan merenggangkan badan setelah perjalanan Palembang-Lampung yang memakan waktu 12 jam dengan kecepatan 70km/jam.

Kali pertama juga, jantung pria tersayangku itu akan melompat keluar. Berhadapan duduk dengan banyak orang dan memberanikan diri bicara tentang masa depan.

Akhirnya…
Iya. Akhirnya setelah 50 bulan, 4 tahun lebih, 1000 hari lebih, akhirnya kami sampai di hari ini. Hari dimana Dimas menyampaikan niat baiknya untuk menjadikanku ibu dari anak-anaknya.
Ditemani ayah, ibu, adik, kakek dan 2 tantenya, mereka datang, bertamu ke rumah ayah dan ibu.

Dan ini juga yang pertama bagi ayah dan ibu. 

Ibu dan Omah sibuk memasak di dapur



Menerima kunjungan dari seseorang yang berniat mengambil putrinya.

Putri sulung yang mereka besarkan selama 26 tahun ini.
Putri pertama yang masih saja merepotkan dengan umurnya yang sudah segini.










Meja ruang tengah penuh dengan jajanan dan kue pasar

Si embak yang kerja di rumah bilang, ayah ibu mulai bebersihan seluruh bagian rumah bahkan seoles debu pun tidak ada yang menempel di sana untuk menerima kedatangan sang tamu dan keluarganya.

Ibu memasak sedari subuh.
Memesan kue untuk oleh-oleh sejak dua hari yang lalu kepada tante bungsu.
Mempersiapkan ini itu.

Demi aku. Demi kamu. Demi kita.



Jamuan makan siang untuk keluarga si Mas




Ayah Ibu mempersiapkan semuanya dengan baik.

Menyambut mereka dengan baik, walau aku tau, ada air mata haru yang menetes saat kepulangan calon keluarga besan.






Bagaimana denganku?

Aku tidak berada di rumah pada hari itu. Pada saat Dimas berkata siap untuk menjadi imamku saat ditanya oleh ayahnya. Saat dimana ibu sambil menangis menceritakan bagaimana mendidik dan membesarkanku sedari kecil hingga aku bisa seperti ini.
Aku tidak menyaksikan secara langsung. Hanya mendengar dari ceritanya, cerita mereka, dan cerita semua orang yang ada disana.

Mereka bilang, ayah ibu setuju. Ayah dan Ibu merestui kami. Ayah ibu-ku. Ayah Ibu Dimas. Ke-empat-empatnya meridhoi kami dan mendukung kami untuk menghalalkan hubungan ini.

Rasanya? Entah. Terharu. Sedih. Bingung. Cemas. Semuanya berkumpul di satu tempat dan membuatnya sesak. Tuhan yang jadi saksi mengapa air mata ini menetes. Yang bisa kupastikan adalah bahwa rasa syukur ini tidak ternilai harganya. Cukuplah Allah yang mendengar bagaimana kami memantaskan diri untuk saling mengenal dan mengerti diri masing-masing kamu. Cukuplah Allah yang mengetahui bagaiman kami saling menahan ego untuk bisa bersama menggenapkan agamanya.

Akan ada banyak cerita di mulai sejak saat ini. Akan ada banyak pikiran yang terlibat disini, dipusingkan oleh hana-hini. Karena jelas, tak pernah sesuatu yang besar diraih dengan cara yang mudah.

Akan ada banyak pikiran, tenaga, materi, keluarga dan banyak bantuan yang dibutuhkan sejak terhitung dari hari ini. Dan yang pasti, jelas akan ada banyak doa yang kami panjatkan disini.

Hasbunallah wa ni',al wakil ni'mal maula wa ni'mal nashir…
Cukuplah Allah menjadi penolong bagi kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. (QS. Ali Imran:137)

No comments:

Terima kasih sudah singgah. Tak perlu segan untuk menyanggah atau memberi tanggapan atas pikiran yang tercurah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau mengganggu pikiran bisa kirim DM ke @celoteholic ya!

Powered by Blogger.