Sugarcoating : Arinda & Nabila.


"Nda…"

is typing message…

Sepuluh detik berikutnya, muncul chatbox terbaru dari Nabila.

"Nda… Aku pulang yah… Ini udah sampai di rumah disini… InsyaaAllah kalau ada kesempatan, kita ketemu lagi ya…. Doain aku… Aku-nya jadi nggak yakin sendiri. Gak enakan begini…"

Arinda mengerutkan kening di depan layar 5 inchi yang menghubungkannya dengan seorang sahabat karib. Seorang teman sejak 10 tahun yang lalu. Berpisah, tapi tidak dengan kedekatan hatinya.

Dan semalam, dua sahabat ini bertatap muka, bertemu wajah, bertukar sapa dan saling memeluk mesra untuk pertama kalinya sejak pertemuan terakhir di 4 tahun yang lalu, dengan ditemani pasangan prianya masing-masing.

"Loh, kenapa? Bukannya terakhir kita ketemu, kalian baik-baik aja?"

"I dunno… Bisa aja nanti tiba-tiba aku nggak sama dia lagi…"

WHAT?!

Arinda kaget bukan kepalang.

Bukannya Nabila bertandang ke kota perantauan Arinda untuk bertemu dengan orang tua dari  prianya? Untuk memperkenalkan dirinya kepada keluarga sang pria? Dan untuk mengenal dan menunjukkan keseriusan mereka untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, walau baru berjalan selama 2,5 bulan…?

"Doakan yang terbaik yah… Sedih sih… Tapi… Ah, aku rasanya pengen nangis…"

Nabila merasa panas di wajah menjalar merebakkan genangan air mata.

Arinda menunggu. Menunggu chatbox selanjutnya dari Nabila.

"Rasanya kaya campur aduk. Bukannya malah seneng yah… Bukannya malah tambah yakin. Tapi kok malah tambah bingung yah, aku nya… Malah nggak yakin. Sepulangnya dari sana, aku malah ragu…"

Panjang helaan nafas yang Arinda hempaskan. Ia paham dengan keraguan yang sahabatnya utarakan. Paham sekali, karena dahulu pun, ia berada di posisi yang sama, dalam keraguan yang sama; untuk menjawab sebuah permintaan dari laki-laki.

Adakalanya seseorang memilih kita sebagai tempatnya bercerita bukan untuk menerima penjurian. Bukan untuk mendengar salah atau benar. Apalagi untuk mendengar dikte atas hidup yang ia jalani. Ia hanya ingin didengar, dan membuat seseorang mengerti apa yang ia rasakan, hingga beban itu tak lagi ia emban sendirian…

Arinda tersenyum. Ia tahu, ia tak mampu banyak bicara di depan sahabat lamanya itu. Tapi mungkin, diam pun tak kan menyelesaikan masalah.

Arinda memulai ceritanya….

"Dulu… Aku pun merasakan keragu-raguan yang sama denganmu. Itu wajar kok.
Dari awal aku menjalani hubungan dengan Abby-yang-sekarang-kamu-kenal-sebagai-pasangan-dan-calon-imamku-di-masa-depan, jalannya tak pernah muda. Selalu ada aja halangannya.

Abby nggak pernah menutup-nutupi kenyataan hidupnya. Bahwa ia terlahir dari keluarga sederhana yang tak pernah merasakan banyak kemewahan seperti kita. Adik-adiknya banyak. Pekerjaan ayah dan ibunya pun tidak semapan pekerjaan orang tua kita.

Tapi Alhamdulillah… hidupnya berkah. Setidaknya itu yang Abby rasakan sebagai anak tertua yang juga menjadi perpanjangan tulang punggung orang tuanya. Dan Allah cukupkan rizki atas keluarganya."

"Aku pun tau Gilang kok dari awal… Tentang dia dan keluarganya yang 'biasa'… Tapi ntah, aku juga nggak tau kenapa ada ragu yang tiba-tiba muncul…"

Nabila menyela. Gilang, itu nama pria yang ingin menjadikannya istri, 2 bulan lalu.

"Awal menjalani hubungan pun, aku ragunya bukan main… Nggak yakin. Pengen lepasin.
Tapi Abby sayang dan serius sama aku, Bil.. Terlebih, ia tak pernah sedekat dan seserius ini dengan wanita lain, itu rahasia lain yang aku tau dari keluarganya.

Dan istikharahku pada 2 malam setelah pengakuannya, hanya berisi doa untuk memohon agar ditunjukkan, jika Abby memang jodohku, tolong dekatkan kami, mudahkan jalannya. Dan jika bukan, tolong pisahkan… Pisahkan dengan ketenangan dan kelapangan hati untuk menerima takdir yang Allah tentukan…"

Arinda is typing message. Dan Nabila menunggu kelanjutan ceritanya.

"Ternyata… Abby dapet kerjaan yang lumayan, bisa menyisihkan untuk membantu keluarganya, sekolah adik-adiknya dan terlebih, untuk menikah. Ayah dan Ibunya pun ridho dengan hubungan kami. Adik-adiknya, bahkan sudah menganggap aku seperti kakak kandung mereka sendiri…"

"Bil, kamu sayang nggak sama Gilang?"

"Sayang….
Aku sayang sih, tapi…. aku tuh cepet bosenan. Cepet ilfil. Cepet males sama pasangan. Kadang kalo kenyataannya nggak sesuai sama keinginan atau rencana aku, akunya jadi suka males sendiri… Entah itu sifat, keadaan, waktu, atau apapun.
Apalagi kalo orangnya cuek. Dan dia cuek banget, Nda..."

"Hahahahaha, deal with it, honey.
Tuhan ngasih rasa sakit buat bikin kita balik lagi ke Dia. Buat bikin kita nyari Dia lagi, untuk nyari Dia yang kita tau, gak akan pernah nyakitin kita.
Tuhan pengen kita nggak bergantung sama makhluknya... "

"Aku adalah wanita pertama yang ia kenalin ke orang tua dan keluarganya.
Aku seneng. Tapi masih belum bisa berkomunikasi dengan dia. Laki-laki… We know them."

"As usual. Selalu terhambat di komunikasi ya…"

"Aku masih nggak bisa ngomong secara terbuka, masih belum nyaman… Tapi baru dia yang ngajakin aku serius. Yang ngomong langsung pengen nikah sama aku, bukannya pacaran lagi…"

"Setidaknya, omongannya bisa kamu pegang…
Kalo memang dia bener mau serius, Allah pasti bantu, Bil…
Allah pasti ngebukain jalannya…."

"Aku ragu karena banyak hal, Nda…
Pertama ya karena dia termasuk cowok cuek. Kedua, ya karena mungkin makin lama kenal, aku makin tau sifat dan jelek-jeleknya. Yang ketiga, adiknya banyak, dan dia anak tertua. Aku kasian kalo dengan kondisi adik-adiknya yang masih harus sekolah dan butuh biaya, tetiba aku datang dan menambah bebannya. Sepertinya dia gak diharapin untuk cepat nikah…

Beda dengan aku yang anak tertua tapi perempuan. Orang tua aku berharap banget aku bisa nikah cepet. Tahun ini kalo bisa."

"Gilang udah ngomong ke orang tuanya, kan?"

"Udah. Aku dateng ke kotamu pun karena Gilang udah ngomong dengan orang tuanya dan mereka pengen lihat aku, calon yang selalu disebut-sebut Gilang, sebelum memang mau serius banget ngejalanin hubungan ini.

Aaaah… Nda, aku bingung nih…"

"Coba tanya kejelasannya sama Gilang. Apa persiapannya untuk menikah, karena menikah bukan cuma soal cinta dan penyatuan dua pribadi yang berbeda, kan…"

"Gimana aku bisa bertanya tentang kejelasan… Aku nggak enak nanyanya…
Itu masalah komunikanya. Hahahahaha."

Nabila tertawa. Tidak renyah.

"Kamu gimana? Yakin mau menunggu Abby dengan batas waktu yang dia tentukan sendiri itu?", Nabila balas bertanya kepada Arinda.

"Setidaknya aku tau maksud dan tujuannya kemana, ngejalanin hubungan ini. Insyaa Allah aku tunggu. Percaya aja sama Allah. Ketemu Abby pun, kan Allah yang atur?"

"Tapi 2017 kan masih lama? Segala sesuatu bisa terjadi, Nda."

"Yes.  Mungkin penantianku bisa berakhir di tahun depan, di tahun 2016, atau mungkin sesuai batas waktu yang ia tentukan sendiri. Kita gak tau apa yang terjadi di antaranya.

Segala sesuatu memang bisa terjadi, tapi semoga semua itu adalah kejadian baik yang Allah memang rencanakan."

Arinda mencoba berpikir positif.




"Yang penting kita ikhtiar. Tawakkal. Yang penting orang tua udah sama-sama ridho.
Aku pun belum ingin menikah secepat teman-temanku yang lain. Masih pengen travelling dulu, Bil…
2 tahun kedepan aku mungkin lagi asik-asiknya dengan bisnis yang aku impi-impikan dari dulu, atau mungkin lagi cari modal banyak-banyak keliling dunia. Jalan-jalan kemanapun yang aku mau sebelum menjadi istri dan seorang ibu. "

"Insyaallah aku yakin, Bil, sama Abby. InsyaaAllah…
Dan semoga keyakinan ini tidak goyah. Hehehehe. "

"Kalo aku, mungkin tergolong cepet kali ya… Baru 2 bulan jalan, tapi udah dikenalin sana sini…"

"Nah, itu 'dibukain' jalan… Istikharah lagi deh.
Indikatornya begini, Bil. Kamu nyaman, merasa aman dan tenang kalo sama dia. Tanpa banyak bicara pun kamu bisa ngelupain masalah kamu saat sama dia."

"Mmm… iya sih…"

"Setidaknya itu yang aku rasain saat lagi sama Abby.
Selama ini aku terlalu mandiri, sampai-sampai lupa sama fitrah diri sendiri sebagai seorang wanita. Lupa rasanya memiliki seseorang yang bisa jadi tempat bersandar."

"Iya nih… Pikiranku kemana-mana. Suka negatif aja mikirnya…"

"Sampai akhirnya dia dateng ke kehidupan aku. Sebenernya dia bukan tipe aku sama sekali, Bil. Bukan seseorang yang bisa bikin aku jatuh cinta. Malah terkesan, dia yang usaha terus-terusan untuk bikin aku cinta.

Tapi aku ngerasa tenang, nyaman, dan aman kalo ada dia. Ndak ada tuh pikiran jorok laki-laki di otaknya. Dia ndak ngerokok, ndak minum dan sayang banget sama keluarganya.

Dan aku sadar, dia 'teman hidup' yang aku cari, yang aku pengenin untuk nemenin aku menua. Yang sayang banget sama aku… Dan dengan sayangnya itu, dia jadi gak tega untuk nyakitin kita.

Terlebih dia setia. Setia sama Tuhannya."

Arinda is typing message… Nabila menunggu.

"Kalo kamu mau ngetes, apa dia bisa masuk kriteria jadi imam kamu: coba buat dia marah. Atau pada saat kalian bertengkar. Atau pada saat kalian ribut besar. Apakah dalam 1x24 jam, dia bisa meredakan marahnya? Atau masih ngamuk-ngamuk."

"Dan Abby, gimana?"

"Hahahaha, semarah-marahnya Abby dia nggak pernah tega liat aku nangis atau berwajah pucat karena dibentak.

Karena pria yang harusnya menjadi imam kita, adalah mereka yang amarahnya tidak akan membuat lalai dari kewajiban menjaga dan mengasihi kita, istrinya."

"Ooh… Gilang begitu sih…"

"We fall easily for man like them."

"Apa yang kamu ceritain tentang Abby, ada di Gilang semua, Nda…
Dia nggak pernah marah. Kalaupun marah, paling cuma ngomel-ngomel ke aku, nyuruh aku biar nggak emosi… Soalnya aku suka marah-marah gak jelas. Hehehehe… "

:') *emoticon sent*

"Lelaki pekerja keras, harusnya sudah bisa jadi poin plus buat Gilang, Bil…. Kalau ke keluarganya dia loyal, apalagi ke keluarga kecilnya sendiri, nanti?

Karena makin kesini… Aku makin banyak liat laki-laki bodoh yang cuma ngabisin duit orang tuanya untuk gaya-gayaan di depan cewek-cewek, buat 'nikmatin hidup yang rata-rata isinya dosa semua."


"Bener banget, Nda…
Ah… begitu banyak hal positifnya, kenapa kita lebih mengedepankan yang negatifnya ya…?"

Nabila bertanya retoris dengan dirinya sendiri.

"Tipe aku sih memang begitu dari dulu. Dari keluarga sederhana, pekerja keras, sayang sama keluarga, nggak ngerokok, dan nggak ninggalin solat."

"Harusnya aku merasa beruntung ya, diajak nikah langsung sama seorang laki-laki bertanggung jawab."

"Yes, you should :)"

"Bahkan lelaki seperti Abby atau Gilang itu jarang loh main socmed. Mereka punya akun socmed karena kita yang suka maininnya, dan mereka cukup memantau saja kalau kita (terkadang) lupa ngabarin mereka, tapi nggak lupa untuk update status di socmed. Hehehehe…"

"Ahahahaha, iya, bener banget. Gilang gak pernah main socmednya. Cuma sekedar punya doang."

"Iya, dan itu jadi poin plusnya lagi, Bil… Karena lelaki sekarang banyak tebar pesona di socmed. Dan mereka, lelaki kita, ndak. :') "

:)))

"Di otak mereka itu, pikirannya cuma kerja = ibadah, kerja = uang, kerja = bahagiain keluarga, dan kerja = menikah. That's it. "

"Hahahaha, bener banget…
Kepikiran main pun nggak… Sekalinya ada waktu libur, dia mainnya ya sama keluarga, sama adik-adiknya. Atau sama kita."

"Isn't it enough?

Daripada aku nikah sama anak konglomerat yang hobi clubbing, dugem atau plesiran keluar negeri untuk yang katanya bisnis, tetiba punya banyak cewek yang disimpen atau digoda untuk one night stand dimana-mana.

Lelaki sekarang kan banyak yang begitu… (yah walau nggak semua sih)
Play with the bitch and marry hijaber."


"Ahaahahahaha, iyah… Bener itu. They play with bitches and marry hijaber."

"Bahkan lelaki nakal pun nyari wanita yang baik-baik kok untuk jadi ibu dari anak-anaknya… Yah, masa kita mau nyariin anak-anak kita seorang ayah yang nggak ketahuan track record-nya bersih atau ndak."

"Untungnya Gilang nggak begitu… Iya sih, mungkin karena faktor latar belakangnya kali ya, Nda… Baik Abby dan Gilang, bukan berasal dari keluarga yang berada. Jadinya mereka struggle ngadepin hidup, dan nggak pernah macem-macem. Hidup mereka bener, lurus dan nggak mikir apa-apa.

"Aku sih udah bersyukur banget, Bil… Allah mempertemukan aku dengan Abby.
Karena dari dia, aku jadi belajar banyak bersyukur… Bahwa kebahagiaan bukan semata dari banyak tidaknya uang atau materi yang ada, tapi dari rasa aman, tenang, berkah, damai dan sehat yang Allah berkahi kepada mereka. Ah subhanallah sekali…

Dan enaknya jadi kita, yang nikah dengan kakak pertama adik-adiknya, semua adik-adiknya itu nurut sama kita. Mereka semua sayang, patuh, dan hormat sama kita."

"Ahahaha, iya bener…. Iya kamu bener, Nda… Adik-adiknya sekarang pun sama aku udah baik banget, nurut-nurut sama aku."

"Even, saat mereka nikah pun, mereka bukan cuma minta restu ayah ibu mereka, tapi juga minta restu dari kita."

"Orang Palembang tuh emang gitu, Bil..
Anak lelakinya jarang bawa wanita ke rumah. Sekalinya dibawa, berarti memang udah serius banget. Udah harus dihormatin selayaknya posisi kakak yang membawa wanita itu ke rumah. Kalo sampe adik-adiknya bersikap nggak sopan atau gimana-gimana, kakaknya yang ngamuk, bilangin adik-adiknya nggak punya adat depan si calon yang dibawa.

:))))) "

"Ooohh.. gitu… Hahahahaha"

"Dan mereka memang blak-blakan. Jujur dari awal. Nggak mau nyembunyiin apapun saat udah yakin membawa seorang wanita ke rumahnya. Sekali dah pernah dibawa, yang berarti memang udah serius ya…

Hebatnya lagi, pria-pria Palembang ini 'keras' loh. Keras kepala dan pantang dibantah kalau dia jadi pemimpinnya. Tapi kalo sama kita, mereka bisa nahan emosinya. Itu yang bikin aku takjub sama si Abby. Hahahahaha

Pria Palembang itu nggak akan diem aja kalo dia disalah-salahin padahal dia bener. Tapi kalo sama kita, dia kalem bener…. Hahahaha…"

"Ahahahahahahaha….
Ahahahahahahaahaha….
Ahahahahahahahahahaha…
Bener banget Nda… Bener semua yang kamu bilangin itu…"

"Semoga Allah jernihkan apa yang berkabut di pikiran kamu. Semoga Allah bukakan jalannya."

*hugs*

"Kamu tau banget isi hati aku. Allah bener, Allah ngasih jawaban atas doa-doaku lewat kamu…
Allah ngasih petunjuknya barusan…
Bahwa kekhawatiran itu sesungguhnya dari setan, karena setan nggak suka kalo kita mau niat baik, kan?

Alhamdulillah ya… Kita dipertemukan dengan lelaki yang baik. Bener kata kamu, hidupnya bener-bener buat kerja. Itu juga sih yang sebenernya aku sebelin. Workaholic-nya itu, bikin dia cuek sama aku. Lembur terus. Tapi tiap pulang, dia pasti ngechat kok. Kadang panjang-panjang malah, buat sekedar ngobrol, atau dia nelpon kalo nggak capek…"

"Mereka, para lelaki pekerja keras itu visioner kok, Bil…
Mereka bekerja keras selagi mereka mampu. Karena di umur 30-an keatas, mereka sadar, ndak ada yang lebih penting dari keluarga, pertumbuhan anak dan senyum istrinya.

Mereka nggak akan kerja se-ngoyo sekarang…"

"That was what Gilang told me, before…"

"Karena sekarang, mereka lagi produktif-produktifnya. Mumpung kuat lembur, pasti bakal lembur. Lumayan uangnya, buat modal nikah, Abby yang bilang gitu. Hehehehehe. Lebaran kemarin pun Abby masuk kerja loh, Bil… Untung dia kerja di kota ini lah. "

"Mumpung belum ada istri dan keluarga ya…"

"Iya… Umur 30-an nanti, udah deh… daripada lembur, mending ninaboboin anak di rumah. Yakin deh!"

"Haduh… Kamu bener deh, Nda… Alhamdulillah ya, ada temen sharing akunya, yang ngerti gimana laki-laki Palembang itu gimana."

"Mau selingkuh pun, dia nggak ada niatnya. Sekalinya yakin sama satu wanita, ya sampe wanitanya menolak, baru dia angkat tangan. Menyerah…"

"Betul banget itu… Kecuali wanitanya yang menolak, wanitanya yang memilih pria lain."

"Aku berkali-kali nanya ke Abby, kenapa dia memilih aku? Yang nggak seberapa-seberapa deh dibanding wanita-wanita cantik dan luar biasa, sekarang.

Dan dia jawab: Kalau hati aku memilih kamu, berarti memang Allah nunjukkin kamu untuk jalaninnya bareng aku, yang aku bisa ajak untuk berjuang sama-sama.

Dah gitu, dia bilang, 'Aku nggak nyari model atau artis buat jadi ibu dari anak-anak aku'.

Mereka percaya kita pinter. Mereka percaya, anak-anaknya aman kalau ditinggal kerja sama kita.
The worst, mereka percaya, kalau sampe mereka meninggal duluan, anak-anaknya punya ibu yang bisa diandalin.

Abby juga bilang, 'Selagi kamu yakin sama aku, sekuat tenaga, aku akan usahain yang terbaik buat kita.'

Bil, apa lagi yang bisa aku tolak? Apa lagi yang aku permasalahin?"


"Aaaah, itu bener banget. Mereka percaya kita pinter. Mereka percaya, anaknya aman kalo ditinggal kerja sama kita. That's why walaupun aku kurus pendek kerempeng, tukang marah-marah, dia mau sama aku karena kita punya kualitas dan kapasitas untuk mendampingi dia."

"Laki-laki itu fitrahnya pemimpin, dan pemimpin nggak suka dibantah. Dan perkembangan jaman menuntut mereka untuk lebih jeli memilih siapa yang dipimpin dan diajak hidup bersama sampai tua…

Karena mereka tau kualitas kita, mereka yakin dengan pola pikir dan isi otak kita.
Jadi… bukan cuma jadi awak kapalnya, tapi juga jadi co-pilotnya mereka.

Mereka tau kita pinter, nggak akan gampang nurut. Nggak akan manggut-manggut kalo disuruh ini itu tanpa punya basic pengetahuan.

Keputusan memang ada di mereka… Tapi solusi dari 2 kepala akan lebih meringankan masalah. Daripada dia pening mikirin masalahnya sendiri, seolah-olah masalah keluarga, cuma dia yang bisa putusin baik buruknya dan salah benarnya.

Dan mereka yakin sama kitaaaa!"

"Aaaah, iya :') "

"Percaya deh, Bil… Laki-laki Palembang itu, sekalinya udah yakin mau ngajak kamu nikah dan bahkan udah ngenalin kamu sama keluarganya…. He means it. And he would fight for it.

"Aaaah, Arinda…
Makasih ya, makasih banyak… :')

Aku jadi makin bersyukur. InsyaaAllah ya, mudah-mudahan… Positif thinking selalu yah…"

"Lelaki dan perempuan sekarang katanya 2:5, dan diantara laki-laki yang sejumlah itu, yang cuma bisa pamer harta orang tua dan nerima semua limpahan kemudahan dari orang tuanya, kita dipertemukan dengan mereka yang ngajarin kita: ini loh makna hidup yang sebenarnya.

Berusaha yang terbaik untuk jadi saksi di akhirat nanti…"

"Iya, bener…."

"Dia selalu ngingetin aku, kalo aku kadang iri sama hidup temen-temenku yang lain, dan dia bilang, 'Standar bahagia kita, bukan ada di hidup mereka.'
'Dunia ini cuma sementara, Nda…. Akhirat yang kekal."

:')

"What an honor to be proposed by man like them. Mereka bisa aja nikahin cewek-cewek 'tipe pembantu' yang manut-manut aja dengan yang bisa ngurus semua pekerjaan rumah. Tapi giliran ngasih ilmu agama ke anaknya, masa iya, dia harus nikahin wanita lain 'tipe cendekiawan'?

Atau untuk ngatur keuangan, apa dia harus nikahin 'economic planner' lagi?

Atau buat nyenengin perutnya, apa harus dia nikahin koki juga?

Nggak kan? Dan mereka memilih kita untuk semua paket lengkap itu… Dan mereka menerima kekurangan kita. Mereka menerima kekurangan kita dan sama-sama belajar untuk jadi lebih baik kedepannya."

"Ah, Arinda… :') "

"Di antara semua wanita yang makin gak keliatan lagi mana yang cantik beneran dan mana yang cantik karena oplas atau make up, they choose us."

"Aku jadi merasa bersalah, udah mikir yang macem-macem, yang aneh-aneh terhadap niat baiknya Gilang…"

"Even, kalau memang pada akhirnya, aku nggak bersatu dengan Abby pun, proses dan jalannya ini aku syukuri banget. Sebagai proses pembelajaran, sebagai ilmu dan pengalaman kehidupan. Bahwa kita telah dipertemukan dengan orang baik, yang secara baik-baik memberi kita cahaya, memberi kita ilmu dan mengisi hari dengan semua kebaikan.

Gak ada yg sia-sia. Bahkan satu helai daun pun yg jatuh ke bumi, atas kehendak dan sepengetahuanNya…

Terlebih dengan niatnya Gilang mempersunting kamu, Neng…

Kamu pikir pria tuh kalo mau ngajak nikah tu, asal ketemu langsung aja, ajak nikaaah? Mereka juga pasti udah banyak pertimbangan…
Dan mungkin dari 2 th lalu, saat kamu masih menjalin hubungan dengan yg lain, dia terus berdoa semoga akan tiba masanya, saat ia mampu berkata di depan mata kamu, untuk menjadikan kamu istri, ibu dari anak-anaknya… Who knows?"

"Ah, Arinda… I LOVE YOU!
Alhamdulillah ya Allah..."

"Banyak-banyak bersyukur aja sekarang… InsyaaAllah nikmatnya Allah tambah…"

"Iya, insyaaAllah… :* :* "

"Lelaki cuma perlu diyakinkan… Agar dia pun percaya diri. Percaya diri untuk memperjuangkan sesuatu yang mendukung dan menunggunya di depan sana…"

Karena mereka yang pernah merasa sakitnya dibuang, takkan memilih sembarang orang untuk diajak berjuang...



No comments:

Terima kasih sudah singgah. Tak perlu segan untuk menyanggah atau memberi tanggapan atas pikiran yang tercurah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau mengganggu pikiran bisa kirim DM ke @celoteholic ya!

Powered by Blogger.