Mungkin belum waktunya.


Jika bukan karena hujan, mungkin sore ini akan berlalu seperti biasanya. Penuh kepura-puraan dalam tameng wajah bahagia seorang wanita, Arina.
Hujan terlalu sering turun dengan derasnya. Sedangkan Arina belum bisa sempurna menyembunyikan sakitnya. 
Renata berdecak, kesal dengan keadaan. Ia tak sampai hati melihat sahabat terkasihnya terduduk melamunkan seseorang-yang-Renata-yakin-betul, mantan dari Arina, Faren.
"Jadi, dimana logika, saat hatimu teriris meihat perbuatannya? Apa masih ada rasa di hati yang lagi-lagi meregang nyawa? Bukan kah ia tak mampu menjaga perasanmu, Na?" 
"Kamu, benci  banget ya sama dia, Re?" 
"Lelaki mana yang pantas disegani ketika ia mulai berani menyakiti hati wanita yang mencintainya? Apalah arti benci jika dibandingkan dengan janji-janji yang ia ingkari dan perasaan yang ia khianati atas dirimu? Aku bahkan masih mengingat jelas tiap detil kalimatnya yang bersumpah akan membahagiakanmu." 
"…. Aku pun sakit, jika mengingatnya, Re…" 
"Proses pendewasaanmu." 
"Ia tau, aku tak pernah main-main soal perasaan. Bukan wanita yg gampang membuka hati untuk orang lain. Ia tau itu dengan jelas." 
"Ia pun mati-matian mendapatkan-mu dulu. Sampai harus terus meyakinkan aku, sebagai sahabatmu."
Airmata Arina menggenang.
"Aku tak mau mengingatnya…"  
"Entah, Tuhan sedang mainkan peran siapa dalam hubungan kalian." 
"Jadi, apakah Faren benar-benar tak akan kembali lagi padaku, menurutmu, Re?" 
"…. entahlah…."
Airmatanya betul-betul jatuh sekarang.
"Bantu aku untuk kuat, Re…. Bantu aku untuk kuat. Untuk bisa jatuh cinta lagi, untuk bisa membuka hati kembali, untuk selain dia…."
Genggaman tangan Renata meremas lembut jemari Arina.
"Aku tak kan menyalahkannya, Re… Itu hidupnya, dan ia bebas menentukan kemana arah hidupnya. Adalah keputusanku yang memang ingin jatuh hati pada kepribadiannyanya, yang membuka diri pada kelembutannya, yang bisa mengucap cinta pada segala perilakunya padaku. Setelahnya, biar ia dan Tuhan yang tentukan. 
Aku cuma ingin melanjutkan hidupku, Re… Aku ingin bangun dari rasa terpuruk ini. Demi Tuhan, aku masih mengharapkannya kembali… 
Tapi jika Tuhan pun inginkan lain, aku hanya berharap ia bahagia dengan penggantiku. Begitu pun aku.  
Aku pernah hidup baik-baik dulu, sebelum Faren masuk ke dalam duniaku. Aku pernah bahagia dulu, walau tak mengenal Faren dan kata cintanya. Dan aku ingin tanpanya, sekarang pun, aku tetap bahagia. Walau masih berpura-pura…" 
"Kamu harus bahagia, Na… Harus!" 
"Sakit Re. Baru kali ini aku jatuh cinta… dan patah hati juga." 
"Ada kemungkinan-kemungkinan yang Allah ciptakan tanpa manusa ketahui skenario akhirnya, Na…" 
"Dan terlalu mencintai Faren, jadi salah satu skenario mengerikan dalam hidupku. Sakitnya luar biasa, Re… Aku cuma ingin tau, mengapa ia mampu sekejam itu?Apa karena aku menganggunya?  Apa karena aku tak mampu menyamainya? Apa aku tak cukup baik untuk bersama dengannya?
Kenapa Faren ninggalin aku, Re…?!" 
"Faren nggak akan pernah ngelupain kamu, Na…  Fakta bahwa ia merasa bersalah itu jauh lebih hebat dari rasa sakit dan sesalnya, karena menyakitimu.
Ia laki-laki terdidik. Terpelajar dan baik. Tapi ia sekarang lagi silau akan mimpi-mimpinya sendiri. Mimpi yang harus ia raih. Mimpi yang bahkan terlampau besar dari dirinya sendiri. Mimpi yang mungkin baru ia miliki, jauh setelah mengenalmu…" 
"Well done, Re… Kamu malah bikin aku makin rindu dengannya…" 
"Ada yang harus dikorbankan, Na… Bahkan Ali dan Fatimah pun harus menahan luka saat tau Fatimah akan Rasulullah jodohkan tanpa mereka tau siapa pendamping prianya.Harus ada air mata memang… Harus ada keputus-asaan yang membuat kita berdoa tanpa henti karena tak tahu lagi harus bagaimana nanti..." 
"Kata-katamu magis ya Re… Kini aku benar-benar mengharapkan Faren kembali.Aku capek, Re… 
Terlalu banyak pengganti Faren yang menawarkan diri tanpa sekalipun pernah aku temui yang menyamainya. Terlebih lagi, melebihi ia dalam duniaku.Kadang, aku bermimpi, bagaimana jika saat terbangun nanti, aku sudah ada di pelukan orang yang tepat, sudah menjadi milik orang lain yang juga tepat. Yang dengannya, aku tak perlu menahan harga diri atau gengsi untuk berucap cinta, menangis lega, atau mondar mandir khawatir karenanya…." 
"Mau tau, apa efek positif dari harapanmu, itu? Semesta kan berkonspirasi mewujudkannya.Tapi, apa kamu yakin, Allah juga melihat segala harapan baik kita sebagai sesuatu yang baik juga adanya? Allah Maha Tau yang Terbaik…" 
"Aku butuh cinta, Re…" 
"Selalu ada cinta bagi mereka yang membutuhkan…. Selalu ada cinta dari kamu untuk mereka. Bahkan untuk Faren kan? Sering-sering lah memdoakan kebahagiaan orang lain. Karena akan kembali jadi bahagiannya kita juga. Apalagi doa untuk orang yang menganiaya kita..." 
"Aku selalu doain Faren kok, Re… Ayahnya, Ibunya, kakak-kakaknya, adik-adiknya, bahkan keponakan-keponakannya. Aku bahkan pernah berdoa agar mereka masih bisa melihat dan menghadiri pernikahan kami. Dan sampai detik ini, doaku tak pernah berubah. 
Agar mereka sehat, dilapangkan rejekinya. Agar Faren tak perlu bekerja lembur dan mengambil side job di waktu weekendnya." 
"Mungkin doa mu menjadi salah satu komposisi kebahagiaanya yg paling utama."
Arina tersenyum melihat gelang pemberian Faren di tangannya.
"Re, titip Faren ya… Hahaha, aku sendiri gak tau kenapa aku berkata seperti ini.
Mungkin karena aku terlalu sering mengatakan itu ke Allah. Menitipkan Faren ke Allah, sampai pada saatnya nanti, Allah kan kembalikan Faren kepadaku dalam keadaan terbaiknya. 
Padahal kan, Allah yang punya Faren… Aku bisa apa selain mendoakannya? Iya kan, Re?" 
"Pertahankan apa yang masih bisa membuatmu berharap. Dan tinggalkan apa yang membuatmu sekarat, Na…" 
"Semoga Re…. Suara hati tak pernah salah kan?" 
"Ya… hanya terkadang, nurani terlalu tuli untuk mendengarkan logika."

Sabar… Mie instan pun butuh 3 menit untuk masak.
Apalagi calon suamimu nanti.
Pantaskan diri. Itu jauh lebih berarti. 

No comments:

Terima kasih sudah singgah. Tak perlu segan untuk menyanggah atau memberi tanggapan atas pikiran yang tercurah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau mengganggu pikiran bisa kirim DM ke @celoteholic ya!

Powered by Blogger.