AKU YANG ABSEN DI PERTEMUAN PERTAMA
Baru kali ini Dina bertandang ke sekitaran
komplek IAIN Palembang. Berjalan menyusuri gedungnya satu per satu, sambil
sesekali menolak tawaran dari tukang ojek atau becak dengan senyumannya.
Ditelusurinya satu persatu huruf-huruf yang ada di
papan identitas ataupun bangunan gedung-gedung itu, ia mencari masjid! Ya,
masjid yang berada di komplek tersebut.
Pendaftaran ulang bagi untuk mengikuti
KCM VI dibuka hari ini. KCM? Yup, Kelompok Cinta Menulis adalah suatu acara positif
dari organisasi besar kepenulisan –Forum Lingkar Pena- (cabang Palembang) yang
sedang menyaring para calon anggota untuk dapat bergabung di dalamnya.
Dan pendaftaran ulang tersebut, mengambil tempat
di masjid komplek IAIN tersebut.
Dengan bersemangat, Dina terus menyusuri jalan
besar yang ada. Tapi dengan pertimbangan bahwa ia tidak mengenal daerah itu, dihampirinya
lah seorang ibu penjual yang sedang bercengkrama bersama putrinya di depan
warung.
“Masjid
yang besar...”, Dina bergumam.
Dan
sebentar saja, proses daftar ulang itu selesai dengan sempurna. Biaya
administrasi yang sudah dibayarkan, nama yang telah dicatat, dan sebuah
kwitansi sebagai bukti. Tak sabar rasa hati Dina menunggu lusa untuk segera
mengikuti pelatihan pertamanya. Hatinya riang. Dan perjalanan pulang terasa
begitu menyenangkan.
***
“Lho?
Tapi, Bu?”, Dina kehabisan kata-kata untuk diucapkan. Komunikasi melalui
telepon seluler itu mulai mebimbangkan hatinya. Dan ibunya sedang menunggu di
ujung sana.
“Ibu
sangat mengharapkan kehadiran kamu. Ini pernikahan paman kamu. Adik bungsu ibu.
Pernikahan terakhir dari keluarga di pihak ibu. Dan pernikahan ini diadakan
besar-besaran. Walikota pun sampai diundang. Kamu tau kan, kakek nenekmu itu
sangat menyayangimu sebagai cucu pertama mereka? Apa jadinya kalau mereka tau
kamu tidak hadir? Sedangkan kaum kerabat yang berada di Jakarta saja sudah tiba
besok pagi untuk menghadiri acara yang diadakan lusa.”, ibu melancarkan
argumennya.
Dina
terdiam. Masih bimbang.
“Dan
lagi pula, dua pernikahan terakhir yang diadakan tahun kemarin, tidak kamu
hadiri kan, dengan alasan banyaknya jadwal kuliah?”, ibu bersuara lagi, “Ibu
minta tolong banget ya, Nak? Jangan sampai kamu ga dateng, ya? Baju kamu udah
dipesenin, dan udah jadi. Nih, ada di kamar ibu.”
“Iya,
Bu... Aku mau aja dateng... Tapi kenapa tanggalnya harus dimajuin sih, Bu? Aku
kan ada acara...”, Dina merajuk. Bayangan tentang bentroknya acara pelatihan
KCM IV pertama dengan pernikahan pamannya kembali membuatnya risau.
“Tanggal
8 itu, gedungnya sudah dipesan orang dengan harga yang lebih tinggi. Mau ga
mau, kita maju, atau mundur. Dan akhirnya, semua keluarga sepakat untuk
memajukan tanggalnya menjadi tanggal 1. Lagipula, akad nikah-nya kan tanggal 1
Februari kemarin... “ibu berhenti sejenak, “Jangan sampai ga dateng, ya Nak?
Ibu minta tolong banget...”
Oh
Ibu, anak mana yang tega menolak permintaanmu selagi itu tidak bertentangan
dengan syariat agama?
Dan dengan menarik nafas panjang, Dina
menjawab, “Iya, Bu... Aku pulang”.
***
Kereta pagi ekonomi jurusan Kertapati
– Tanjung Karang terlihat sepi. Hanya ada setangeh bangku yang terisi,
selebihnya kosong. Dan Dina bebas mencari tempatnya untuk beristirahat.
Menyiapkan fisiknya untuk sepuluh jam ke depan.
Kereta terus beranjak. Menghampiri
satu per satu stasiun yang berada di lintasan jalurnya. Melukiskan asap hitam
tebalnya di langit pagi stasiun-stasiun itu. Dan rombongan para penumpang dan
pemudik pun mulai menaiki kereta di stasiun-stasiun tersebut. Sampai penuh dan
sesak rasanya.
Dan kini ia tak lagi sendiri. Di
bangku, telah duduk seorang ibu yang menggendong anak lelakinya –sedang
tertidur lelap. Dan bangku depannya pun telah terisi oleh pasangan lanjut usia
yang ingin menengok cucunya di Kotabumi.
Maryamah Karpov sudah hampir
setengahnya Dina lahap selama perjalanan. Dan agaknya, sang Maryamah pun bosan
di pandanginya terus menerus. Bagitu juga bola mata Dina sendiri. Bosan
menelusuri rentetan-rentetan huruf yang penuh imajinasi deri seorang Andrea
Hirata.
Dina melemparkan pandangannya keluar.
Mencoba menikmati hamparan pematang
sawah, hutan karet, semak dan ilalang yang dilewatinya sepanjang perjalanan.
Mencoba menulikan telinga dari rombongan pengamen yang selalu datang setiap
lima menit sekali dengan kelompok yang berbeda. Mencoba mengekalkan senyum
untuk menolak tawaran-tawaran dari para penjual asongan, air minum, rempeyek,
nasi bungkus, telur puyuh, tahu sumedang, pop mie dan bahkan penjual sawo dan
jeruk.
Getaran handphone-nya sedikit mengalihkan perhatian Dina.
1 message received
“Asw.
Truntk PSERTA KCM yg snantiasa
brSEMANGT dlm gerakny.
JGN LUPA.besok, jam 13.30 PEMBUKAAN KCM angkatn VI d wsma prodexim,
jln.Kaptn.A.Rivai dkt telkom, area charts”
Received : 13 : 05 : 45/ 28 - 02 - 2009
Dina menatap sendu layar handphone-nya. Sesungguhnya ada
kerinduan yang membuncah di sini, di dalam hatinya, untuk mulai menulis lagi. Tapi
mungkin belum untuk minggu ini. Masih ada pertemuan-pertemuan lain yang akan ia
hadiri nantinya. Masih ada pertemuan-pertemuan di lain hari untuk mengobati
kerinduannya pada menulis, pada kepenulisan, dan pada lautan ilmunya.
Ya,
lagipula, ia absen kali ini pun, bukan karena suatu kesengajaan yang disebabkan
oleh kemalasan. Ia hanya ingin amniyah
dengan amanah dari ibunya. Bukankah birul
walidain adalah segalanya setelah menaati Allah dan Rasul-Nya?
Dan di antara Palembang dan Bandar Lampung, Dina bisa tersenyum.
Memoar 27 - 28 Maret 2009
à sebagai alasan untuk tidak
menghadiri pertemuan 1 Maret 2009 lalu
Oleh DINA OKTAVIANY PUTRI
No comments:
Terima kasih sudah singgah. Tak perlu segan untuk menyanggah atau memberi tanggapan atas pikiran yang tercurah. Kalau ada yang ingin ditanyakan atau mengganggu pikiran bisa kirim DM ke @celoteholic ya!